HUKUM DAGANG
PENGERTIAN HUKUM DAGANG
adalah hukum yang mengatur
hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan
urusan-urusan dagang. Definisi lain menyatakan bahwa hukum dagang
merupakan serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan
perusahaan.
Hukum dagang masuk dalam kategori
hukum perdata, tepatnya hukum perikatan. Alasannya karena hukum dagang
berkaitan dengan tindakan manusia dalam urusan dagang. Oleh karena itu hukum
dagang tidak masuk dalam hukum kebendaan. Kemudian
hukum dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang
bersangkutan dalam urusan dagang. Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah
sebabnya hukum dagang dikategorikan ke dalam hukum perikatan. Hukum perikatan
adalah hukum yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan dalam urusan
dagang.
Menurut Para Ahli
- Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan pengertian mengenai
hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan
pada pendapat atau doktrin dari para sarjana.
- Menurut
Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada
umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan
yang diatur dalam Buku III BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah
himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang
lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD
dan KUHPerdata”.
- Achmad
Ichsan , mengatakan “Hukum dagang adalah yang mengatur soal-soal
perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam
perdagangan atau perniagaan”.
- Fockema
Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang
atau handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan
dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa
undang-undang tambahan.
- Dari
pengertian para sarjana tersebut, dapat dikemukakan secara sederhana
rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam
dunia usaha atau kegiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada
aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang maupun diluar kodifikasi.
HUBUNGAN HUKUM PERDATA DENGAN
HUKUM DAGANG
§ Hubungan hukum
perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan yang
lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal
ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang (KUHD).
§ Sementara itu, dalam
Pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya
dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga
terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
§ Kemudian, di dalam
Pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini
dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan
oleh hukum perdata.
§ Dengan demikian
perdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang
terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus (
lex spesialis ), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum ( lex
genelaris ), sehingga berlaku suatu asas lex spesialis derogat legi genelari,
artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.
PENGERTIAN PENGUSAHA DAN
PEMBANTU PENGUSAHA
§ Pengusaha adalah
orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan kuasa
perusahaannya kepada orang lain, apabila seseorang melakukan atau menyuruh
melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha.
§ Pembantu pengusaha
adalah orang yang bekerja untuk membantu pengusaha dalam menjalankan
perusahaannya. Pengertianpembantu pengusaha menurut Abdulkadir Muhammad adalah
bahwasanya pembantu pengusaha adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan memperoleh upah.Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5,
Pengusaha adalah:
§ Orang perseorangan,
persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
§ Orang perseorangan,
persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;
§ Orang perseorangan,
persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia
§ Misalnya pengusaha
perseorangan yang setiap hari menjajakan makanan atau minuman dengan berjalan
kaki atau naik sepeda, ia melakukannya dengan sendiri tanpa ada yang membantu
atau pegawai yang membantunya, atau bahkan ia menyuruh orang lain untuk
melakukan pekerjaan di dalam perusahaannya karena kurang ahlinya dalam
pekerjaan itu sendiri, hanya mempunyai modal untuk jalannya suatu perusahaan.
Menurut Abdulkadir Muhammad
dilihat dari fungsinya, ada 3 eksistensi pengusaha yaitu :
§ Pengusaha yang
bekerja sendiri
§ Pengusaha yang
bekerja dengan bantuan pekerja
§ Pengusaha yang
memberi kuasa kepada orang lain menjalankan perusahaan.
HUBUNGAN PENGUSAHA DAN
PEMBANTU PEMBANTU NYA
Di dalam menjalankan kegiatan
suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengisaha tidak mungkin melakukan
usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu, diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan
kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara
itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni
pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
Dengan demikian hubungan hukum
yang terjadi Siantar mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan
dapat bersifat :
§ Hubungan perburuhan,
sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata;
§ Hubungan pemberian
kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata;
§ Hubungan hukum
pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUH Perdata
PENGUSAHA DAN KEWAJIBAN NYA
Pengusaha adalah setiap orang
yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban
yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu :
§ Membuat pembukuan
(sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan), dan
§ Mendaftarkan
perusahaannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan).
1.MEMBUAT PEMBUKUAN
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan
yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat
catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan
perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban
para pihak.
Selain itu, di dalam Pasal 2
Undang-Undang No.8 tahun 1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah :
§ Dokumen keuangan
§ Dokumen lainnya
§ Berdasarkan Pasal 12 KUH Dagang, “tiada seorang
pun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi kerahasiaan
yang dimaksud tidaklah mutlak, artinya dapat dilakukan terobosan dengan
beberapa cara, misalnya representation dan communication. Representation artinya melihat
pembukuan pengusaha dengan perantara hakim. Communication artinya
pihak-pihak yang disebutkan dibawah ini dapat melihat pembukuan pengusaha
secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan
mempunyai hubungan kepentingan langsung perusahaan, yakni:
- Para ahli waris
- Para pendiri perseroan/persero
- Kreditur dalam kepailitan
- Buruh yang upahnya ditentukan pada maju
mundurnya perusahaan
2.WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
§ Daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi
yang diadakan menurut ketentuan undang-undang atau peraturan-peraturan pelaksanaanya, memuat
hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan dan disahkan oleh pejabat
yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar perusahaan harus didaftarkan pada Departemen
Perdagangan dan Perindustrian/kanwil serta Departemen Perdagangan dan
Perindustrian Tingkat II.
§ Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 3 tahun 1982
disebutkan bahwa daftar perusahaan bersifat terbuka. Pendaftaran wajib
dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan
usahanya setelah menerima izin usaha dari instansi yang berwenang barulah
perusahaan tersebut dianggap telah berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
§ Elsi Kartika Sari
& Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), Grasindo
Jakarta, 2008, hlm. 41
§ Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish Yogyakarta,2015, hlm.6-7
0 comments:
Post a Comment