Saturday, June 02, 2018

HUKUM DAGANG






PENGERTIAN HUKUM DAGANG
 adalah hukum yang mengatur hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Definisi lain menyatakan bahwa hukum dagang merupakan serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan.
Hukum dagang masuk dalam kategori hukum perdata, tepatnya hukum perikatan. Alasannya karena hukum dagang berkaitan dengan tindakan manusia dalam urusan dagang. Oleh karena itu hukum dagang tidak masuk dalam hukum kebendaan. Kemudian hukum dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang bersangkutan dalam urusan dagang. Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya hukum dagang dikategorikan ke dalam hukum perikatan. Hukum perikatan adalah hukum yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan dalam urusan dagang.  

Menurut Para Ahli
  1.  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat atau doktrin dari para sarjana.
  2. Menurut Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata”.
  3. Achmad Ichsan , mengatakan “Hukum dagang adalah yang mengatur soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan”.
  4. Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang atau handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.
  5. Dari pengertian para sarjana tersebut, dapat dikemukakan secara sederhana rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang maupun diluar kodifikasi.

HUBUNGAN HUKUM PERDATA DENGAN HUKUM DAGANG

§  Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang (KUHD).
§  Sementara itu, dalam Pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
§  Kemudian, di dalam Pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.
§  Dengan demikian perdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus ( lex spesialis ), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum ( lex genelaris ), sehingga berlaku suatu asas lex spesialis derogat legi genelari, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.



PENGERTIAN PENGUSAHA DAN PEMBANTU PENGUSAHA

§  Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain, apabila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha.
§  Pembantu pengusaha adalah orang yang bekerja untuk membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya. Pengertianpembantu pengusaha menurut Abdulkadir Muhammad adalah bahwasanya pembantu pengusaha adalah setiap orang yang melakukan perbuatan membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan memperoleh upah.Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5, Pengusaha adalah:
§  Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
§  Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
§  Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia
§  Misalnya pengusaha perseorangan yang setiap hari menjajakan makanan atau minuman dengan berjalan kaki atau naik sepeda, ia melakukannya dengan sendiri tanpa ada yang membantu atau pegawai yang membantunya, atau bahkan ia menyuruh orang lain untuk melakukan pekerjaan di dalam perusahaannya karena kurang ahlinya dalam pekerjaan itu sendiri, hanya mempunyai modal untuk jalannya suatu perusahaan.
Menurut Abdulkadir Muhammad dilihat dari fungsinya, ada 3 eksistensi pengusaha yaitu :
§  Pengusaha yang bekerja sendiri
§  Pengusaha yang bekerja dengan bantuan pekerja
§  Pengusaha yang memberi kuasa kepada orang lain menjalankan perusahaan.



HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTU PEMBANTU  NYA

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengisaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
            Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi Siantar mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
§  Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata;
§  Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata;
§  Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUH Perdata



PENGUSAHA DAN KEWAJIBAN NYA

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu :
§  Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan), dan
§  Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

1.MEMBUAT PEMBUKUAN

Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
            Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 tahun 1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah :
§  Dokumen keuangan
§  Dokumen lainnya
§  Berdasarkan Pasal 12 KUH Dagang, “tiada seorang pun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi kerahasiaan yang dimaksud tidaklah mutlak, artinya dapat dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya representation dan communication.   Representation artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara hakim. Communication artinya pihak-pihak yang disebutkan dibawah ini dapat melihat pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan langsung perusahaan, yakni:
  1. Para ahli waris
  2. Para pendiri perseroan/persero
  3. Kreditur dalam kepailitan
  4. Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan



2.WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

§  Daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut ketentuan undang-undang atau peraturan-peraturan pelaksanaanya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar perusahaan harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/kanwil serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian Tingkat II.
§  Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 disebutkan bahwa daftar perusahaan bersifat terbuka. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya setelah menerima izin usaha dari instansi yang berwenang barulah perusahaan tersebut dianggap telah berjalan.


DAFTAR PUSTAKA
§  Elsi Kartika Sari & Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), Grasindo Jakarta, 2008, hlm. 41
§  Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish Yogyakarta,2015, hlm.6-7


0 comments:

Post a Comment