HUKUM PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian perjanjian
secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang
lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
Macam-Macam Perjanjian
Secara mendasar perjanjian
dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah
perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk
timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah
perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah
diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian
di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas
tertentu.
Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat,yaitu: :
- Sepakat
untuk mengikatkan diri. Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata
mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus
diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan
tidak ada gangguan.
- Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan
hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. - Suatu
hal tertentu. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi
perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan
jenisnya.
- Sebab
yang halal. Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai
maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak
halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata
susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa
sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi
hukum.
Azas-Azas Pejanjian
1. Azas Kebebasan
(Freedom of Contract)
Azas kebebasan dalam hukum
perjanjian memandang bahwa setiap pihak bebas untuk menentukan apakah mereka
akan membuat perjanjian atau tidak, bebas mengadakan perjanjian dengan siapa
pun, bebas menentukan isi perjanjian, cara pelaksanaan, serta syarat-syarat
perjanjian, dan bebas menentukan bentuk perjanjian, apakah lisan atau tertulis.
2. Azas Konsensualisme
(Concensualism)
Azas ini memandang bahwa sebuah
perjanjian disebut sah apabila ada kesepakatan, yakni persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3. Azas Kepastian Hukum
(Pacta Sunt Servanda)
Asas ini memandang bahwa suatu
perjanjian memiliki kepastian hukum berkaitan dengan akibat dari perjanjian
tersebut, pihak ketiga (hakim, dll.) harus menghormati substansi perjanjian dan
tidak boleh melakukan intervensi.
4. Azas Itikad Baik (Good
Faith)
Azas ini memandang bahwa
pelaksanaan substansi perjanjian antara kedua belah pihak didasarkan pada
kepercayaan dan itikad baik. Itikad baik tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu
nisbi dan mutlak.
5. Azas Kepribadian
(Personality)
Azas ini memandang bahwa setiap
pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan kepentingan diri sendiri.
Pembatalan dan Pelaksanaan
Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi,karena:
1.
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak
dapat diperbaiki.
2.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak
kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
3.
Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
4.
Terlibat hukum.
5.
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau
wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA
0 comments:
Post a Comment