Saturday, June 02, 2018

HUKUM PERIKATAN






Pengertian Perikatan

      Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.

      Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:

a)      Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
b)      Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
c)       Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d)      Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.

Pengaturan Perikatan

Perikatan yang timbul karena undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).

Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUH Perdata.

Unsur-Unsur Perikatan

  1. Subjek perikatan
          Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi perikatan yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1)      Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2)      Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3)      Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4)      Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan

  1. Wenang Berbuat
          Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat menurut hukum dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul) adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
1)      Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
2)      Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
3)      Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
4)      Tidak berada dibawah pengampuan
5)      Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain
         
  1. Objek perikatan
          Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda. Benda adalah setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya.
          Benda objek perikatan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan ternak. Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan dan diangkat, seperti rumah, gedung. 

Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang. Syarat-syarat tersebut adalah :
1)      Benda dalam perdagangan
2)      Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan
3)      Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4)      Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
5)      Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6)      Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya
7)      Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah

  1. Tujuan Perikatan
 Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

Ketentuan Umum dan Khusus

    Dalam penerapannya, ketentuan umum dalam Bab I-IV Buku III KUH Perdata diberlakukan untuk semua perikatan, baik yang sudah diatur dalam Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V-XVIII maupun yang diatur dalam KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang mempunyai nama tertentu maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan umum yang dimuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Yang dimaksud dengan “bab ini dan bab yang lalu” dalam pasal ini adalah bab Bab II tentang perikatan yang timbul dari pejanjian dan Bab I tentang perikatan pada umumnya.

            Penerapan ketentuan umum terhadap hal-hal yang diatur secara khusus, dalam ilmu hukum dikenal dengan adagium iex specialis deroget legi generali. Artinya, ketentuan hukum khusus yang dimenangkan dari ketentuan hukum umum. Maknanya jika mengenai suatu hal sudah diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama tidak perlu diberlakukan lagi. Jika suatu hal belum diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama diberlakukan.

Macam-Macam dari Perikatan

1. Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt). Perikatan bersyarat di bagi tiga yaitu :
a)      Perikatan dengan syarat tangguh
b)      Perikatan dengan syarat batal
c)       Perikatan dengan ketetapan waktu

2. Perikatan Manasuka
Pada perikatan manasuka objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitor tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima sebagian benda yang satu dan benda sebagian benda yang lainnya. Jika debitor telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor (Pasal 1272 dan 1273 KUHP Perdata).

3. Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek. Apabila debitor tidak memenuhi prestasi itu, dia dapat mengganti prestasi lain.

4. Perikatan Tanggung-Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang debitor berhadapan dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang debitor. Apabila kredior terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini, setiap kreditor, berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang. Jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHP dt).
Jika pihak debitor terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung pasif, setiap debitor wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan dan jika sudah dipenuhi oleh seorang debitor saja, membebaskan debitor –debitor lain dari tuntutan kreditor dan perikatannya hapus (Pasal 1280 KUHP dt)
Berdasarkan observasi, perikatan yang banyak terjadi dalam praktiknya adalah perikatan tanggung-menanggung pasif yaitu :
a)      Wasiat
b)      Ketentuan Undang-Undang
Dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas perikatan tanggung menanggung dalam perjanjian khusus. Perikatan tanggung menanggung secara tegas diatur dengan perjanjian khusus, yaitu sebagai berikut ;
a)      Persekutuan firma (Pasal 18 KUHD)
b)      Peminjaman benda (Pasal 1749 KUHPdt).
c)       Pemberian kuasa (Pasal 1181 KUHPdt)
d)      Jaminan orang (borgtoch,pasal 1836 KUHPdt)

5. Perikatan Dapat Dibagi Dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada :         
a)      Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
b)      Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Perikatan dapat atau tidak dapat dibagi bisa terjadi jika salah satu pihak meninggal dunia sehingga akan timbul maslah apakah pemenuhan prestasi dapat dibagi atau tidak antara para ahli waris almahrum itu. Hal tersebut bergantung pada benda yang menjadi objek perikatan yang penyerahannya atau pelaksanaannya dapat dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara perhitungan ( Pasal 1296 KUH Perdata).

6. Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitor apabila dia lalai memenihi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksut untuk memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu, juga sebagai upaya untuk menetapkan jumlah ganti keruguan jika memang terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitor untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditor dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah di deritanya.

7. Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan perikatan wajar (natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt. Karena itu, tidak ada kesepakatan antara para penulis hukum mengenai sifat dan akibat hukum dari perikatan wajar, kecuali mengenai satu hal, yaitu sifat tidak ada gugatan hukum guna memaksa pemenuhannya. Kata wajar adalah terjemaahan dari kata aslinya dalam bahasa Belanda “natuurlijk” oleh Prof. Koesoemadi Poedjosewojo dalam kuliah hukum perdata pada  Fakultas Hukum Universitas  Gadjah Mada Yogyakarta.

Perikatan wajar bersumber dari Undang-Undang dan kesusilaan seta kepatutan (Moral and equity). Bersumber pada Undang-Undang, artinya keberadaan perikatan wajar karena ditentukasn oleh Undang-Undang. Jika Undang-Undang tidak menentukan, tidak ada perikatan wajar. Bersumber dari kesusilaan dan kepatutan, artinya keberadaan perikatan wajar karena adanya belas kasihan, rasa kemanusiaan, dan kerelaaan hati yang iklas  dari pihak debitor. Hal ini sesuai benar dengan sila kedua pancasila dan dasar Negara Republik Indonesia.

Ada contoh-contoh yang berasal dari ketentuan undang-undang adalah seperti berikut ini :
a)      Pinjaman yang tidak diminta bunganya
b)      Perjudian dan pertaruhan
c)       Lampau waktu
d)      Kepailitan yang di atur dalam undang-undang kepailitan.



DAFTAR PUSTAKA



0 comments:

Post a Comment